Tuesday, March 3, 2009

MEWASPADAI KUNJUNGAN MENLU AS DI INDONESIA

Sebagaimana telah banyak diberitakan, dalam rangkaian kunjungan pertamanya sebagai menteti luar negri Amerika Serikat, Hillary Clinton akan berkunjung ke Jepang, Indonesia, Korea Selatan, dan China.

MAKNA DI BALIK KUNJUNGAN

Jika dicermati lebih jauh, kunjungan Menlu AS ke Indonesia sebagai negri dengan Penduduk Muslim terbesar di dunia mengandung sejumlah tujuan. Sayangnya, tujuan tersebut semata-mata demi memenuhi ambisi politik dan ekonomi AS. Di antara tujuan di balik kunjungan Menlu AS itu adalah:


Pertama, memulihkan citra AS secara internasional, khususnya di dunia Islam, yang terlanjur semakin terpuruk selama kepemimpina Bush. Terpuruknya citra AS tentu saja terutama karena pendudukan sekaligus tindakan brutal AS di Irak adan Afghanistan; juga dukungan AS yang membabi-buta dan terus-menerus terhadap Israel, khususnya dalam kasus Pembantaian Gaza oleh Israel baru-baru ini. Citra itulah yang hendak "diperbaiki" oleh AS. Karena itulah, Indonesia sebagai negri Muslim terbesar diharapkan bisa menjembatani hubungan Dunia Islam dengan Barat, khususnya AS, supaya citra AS dimata Dunia Islam bisa diperbaiki. Ini tentu sejalan dengan strategi baru Obama dalam politik luar negrinya, yakni penggunaan "smart power". Inilah juga yang bisa kita simak dari pernyataan Hillary, dalam dengar pendapat di depan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS (13/01/2009), bahwa dirinya akan bekerja "memperbarui kepemimpinan Amerika melalui diplomasi yang akan meningkatkan keamanan kita, mengedepankan kepentingan kita, dan mencerminkan nilai-nilai kita."


Jadi, tujuan utama dari berbagai kunjungan Menlu AS tersebut tidak lain adalah untuk memperbarui kepemimpinan -termasuk citra AS- di dunia.


Kedua, dalam konteks masalah Palestina, AS berharap bahwa Indonesia bisa memainkan peran di dalamnya, termasuk karena Indonesia memiliki hubungan yang semakin dekat dengan Hamas dan rakyat Palestina secara umum. Bahkan menurut Wapres Jusuf Kalla, Wapres AS Joe Biden secara khusus telah meminta proposal ke Indonesia tentang penyelesaian konflik Palestina (MIOL, 8/2/2009).


Persoalannya, Presiden Barack Obama telah menandaskan bahwa kesepakatan dengan rakyat Palestina harus tetap menjaga identitas Israel sebagai negara Yahudi yang memilki perbatasan aman dan diakui. Israel harus dibela dan al-Quds harus menjadi ibukota Israel dan sebagai kota bersatu. Ia menyebut pertemanan AS dengan Israel tidak mungkin dipisahkan (Inilah.com, 6/2/2009).


Artinya, penyelesaian masalah Palestina harus sesuai dengan garis yang telah ditandaskan oleh Obama/AS. Karena itu, Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak dengan skenario itu. Jika Indonesia mengikuti keinginan AS itu, berarti Indonesia telah menjadi perantara bagi terwujudnya pengakuan legal terhadap keberadaan Yahudi-Israel sang penjajah, yang telah mencaplok tanah Palestina.


Ketiga, dalam konteks keamanan regional, AS ingin memastikan kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia, khususnya terkait dengan isu terorisme dan keamanan di selat Malaka. Dalam hal ini, Deputi Jubir Deplu AS Robert Wood mengatakan, " Amerika mungkin membuka kembali program Korps Perdamaian AS di Indonesia setelah dihentikan sebelumnya pada pertengahan 1960-an." (Antara, 9/2/09).


Dengan kata lain, lewat kunjungan ini AS ingin memastikan bahwa Indonesia tetap akan melanjutkan program perang melawan terorisme, meski dengan cara yang sedikit berubah sesuai dengan gaya AS yang berubah di bawah Obama. Adapun terkait Dengan Malaka, sebagaimana diketahui selama ini terus diopinikan bahwa Selat Malaka menjadi salah satu jalur pelayaran yang rawan perompakan. Padahal Selat Malaka langsung berkaitan erat dengan keamanan pasokan minyak dan bahan baku lainnya. Karena itu, kunungan ini akan digunakan Hillary untuk membuka pintu lebih lebar bagi kerjasama RI-AS yang lebih dalam untuk mengontrol keamanan Selat Malaka ini.


Keempat, AS mulai menyadari pesatnya perkembangan Islam dan kesadaran Umat Islam di Indonesia untuk kembali pada syariah agama mereka, sebagaimana yang ditunjukaan oleh berbagai hasil survey. Hal ini dipandang bisa menjadi ancaman potensial bagi penjajahan AS di kawasan ini. Dimata AS, meningkatnya kesadaran Umat Islam itu akan mengancam nilai-nilai mereka seperti Demokrasi, HAM, Pluralisme, Kebebasan dan Kesetaraan Gender, yang pada akhirnya akan menggulung tradisi penjajahan mereka di negeri ini.


Karena itu, As ingin Indonesia memelopori dan mendorong Dunia Islam untuk mengenut "Islam moderat" dan demokratis. Negara moderat dan demokratis tentu saja maksudnya adalah negara yang bersahabat dengan AS dan tidak anti AS serta mempertahankan sistem dan nilai-nilai sekuler. Dubes AS untuk Indonesia Cameron Hume mengisyaratkan hal ini. Ia menyatakan Menlu Hillary menantikan untuk melihat langsung bagaimana Indonesi berubah menjadi negara demokrasi yang stabil, moderat dalam wilayah penting ASEAN. Harapan ini kemudian diamini oleh Menlu RI Hasan Wirajuda. " Sepanjang RI-AS menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, pluralisme, ada cukup alasan untuk mengeratkan hubungan bilateral." (Kompas, 7/2/09).


Kelima, di depan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS (13/1/2009), Hillary menyebut Indonesia memiliki peran penting dalam memecahkan masalah krisis ekonomi global (Detiknews.com, 14/01/2009). Tentu bukan karena Indonesia dianggap mampu menyelesaikan masalah krisis global. Pernyataan Hillaray itu harus dimaknai bahwa dalam pandangan AS, Indonesia bukan saja telah dan akan menjadi pasar potensial bagi produk AS, tetapi juga menjadi sumber bahan-bahan baku dan suplay energi bagi industri AS. Apalagi banyak perusahaan AS yang telah lama beroperasi di Indonesia sekaligus menguasai akses terhadap sumber-sumber kekayaan tersebut. PT. Freeport dan ExxonMobile adalah diantaranya. Inilah kepentingan AS yang ingin terus dipertahankan di Indonesia.


Keenam, kunjungan ini dilakukan menjelang Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009. Dalam agenda kunjungannya, Menlu AS itu juga direncanakan akan bertemu dengan sejumlah tokoh dan politisi di negeri ini, tremasuk apar calaon wapres dan cawapres. Kunjungan ini secara kasat mata bisa dibaca sebagai upaya AS untuk memastikan dukungannya kepada -sekaligus terpilihnya- tokoh dan politisi yang bisa menjamin kepentingan di negeri ini. Apalagi dalam rentang sejarah kepemimpinan di negeri ini sejak awal kemerdekaan hingga era reformasi, secara langsung ataupun tidak, AS turut "menentukan" naik-turunnya para pemimpin di negeri ini.


CATATAN KRITIS


Memperhatikan penjelasan di atas, jelas bahwa kunjungan Hillary akan lebih menguntungka AS. Apalagi menurut Hasan Wirajuda, Pemerintah Indonesia sendiri sampai awal February belum menentukan agenda khusus yang akan dibicarakan dengan Menlu AS Hillary. Hal itu menunjukkan kekurangsiapan Indonesia dalam melakukan pembicaraan dan negosiasi dengan AS. Inilah ironi dari potret negara yang diklaim negara besar, padahal arah kebijakan politik luar negrinya tidak jelas.


Lebih dari itu, kunjungan Hillary tidak lain adalah untuk lebih menguatkan pengaruh AS di kawasan regional, khususnya di Indonesia.


Karena itu, sudah seharusnya pemerintah tidak terjebak dalam skenario dan keinginan AS. Pasalnya, AS adalah negara penjajah pengemban utama ideologi Kapitalisme, yang menjadikan penjajahan sebagai metode baku dalam menjalankan politik luar negrinya. Metode penjajahan ini tidak akan pernah berubah selamanya. Yang berubah hanyalah strategi dan caranya saja; dari sebelumnya "hard power" menjadi "smart power", sebagaimana diistilahkan oleh Presiden Barack Obama. Jika kedua cara tersebut mendapatkan tempat atau diberi kesempatan oleh para penguasa negeri Islam, khususnya Indonesia, maka hal itu jelas bertentangan dengan firman Allah SWT dalam al-Qur'an Surat an-Nisa':141 yang artinya:
"Allah sekali-kali tidak akan pernah membarikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin".


Lebih dari itu, membantu kepentingan negara-negara kafir harbi seperti AS, apalagi tunduk kepada kemauannya, dengan mengorbankan kepentingan dan kemaslahatan kaum muslim, merupakan bentuk nyata pengkhianatan kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim. Padahal tindakan demikian nyata-nyata telah diharamkan oleh Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya; jangan pula kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui (QS al-Anfal:27)


Sumber : Buletin Dakwah Al-Islam, edisi 443/XV

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan

Template by:

Free Blog Templates