Monday, March 2, 2009

Reposisi Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam (Bag.5)


Reposisi Perempuan Dalam Politik Islam

Disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan pemerintahannya kepada seorang perempuan".
Islam memandang bahwa perempuan dan laki-laki adalah sama. Allah telah menempatkan peren laki-laki dan perempuan secara adil agar keduanya dapat hidup berdampingan secara harmonis, Karena keduanya diciptakan untuk hidup berdampingan di tengah-tengah masyarakat.

Bahkan Allah telah menciptakan pada keduanya rasa ketergantungan satu sama lain karena kelangsungan hidup generasi berikutnya bergantung pada keberadan keduanya, laki-laki dan perempuan dimuka bumi ini. Rasulullah saw. bersabda yang artinya: sesunggunya kaum wanita saudara kandung (= setara) dengan kaum laki-laki. (hadist riwayat Abu Daud dan Annasa’i).
Di samping kedudukannya sebagai seorang hamba Allah yang mengemban kewajiban-kewajiban individual sebagaimana halnya laki-laki, seorang perempuan secara khusus telah dubebani tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya. Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana yang ditutrkan oleh Ibnu Umar: "setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepimimpinannya.

Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepimpinannya; seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepimimpinannya; seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya, yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepimimpinannya.

Ingatlah setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepimimpinannya. (HR Al-bukhari-Muslim).

Peran kepemimpinan dalam hadist ini sma sekali tidak menunjukan adanya legitimasi atau superioritas derajat superioritas derajat yang satu atas yang lain. Pemimpin Negara tidak dianggap lebih mulia daripada rakyatnya. Seorang laki-laki sebagai suami tidak pula dianggap lebih mulia dibandingkan istri dan anak-anaknya. Kepemimpinan adalah tanggung jawab dan amanat Allah SWT yuntuk dilaksanakan, selanjutnya dipertanggungjawabkan sevagai amal ibadah. Justru ketaatan masing-masing terhadap tanggung jawab kepemimpinan inilah yang akan menentukan kemuliaan derajat seseorang.

Dalam tataran praktis, sesungguhnya pelaksanaan kewajiban berpolitik ini dibebankan kepada seluruh komponen masyarakat, baik penyelenggara Negara (penguasa), jama’ah (kelompok), maupun individu.

Setelah kita mengkaji nash-nash yang ada baik Al-Qur’an maupun hadis-hadis Rasulullah, jelas bahwa berpolitik adalah suatau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh kaum muslim tanpa pengecualian. Mereka harus saling bahu-membahu dan bekerja sama dalam memperhatikan dan memajukan masyarakat kaum muslim. Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam masyarakat. Keduanya diberi potensi yang sama dari sisi insaniyahnya yakni, berupa potensi akal dan potensi hidup (naluri dan kebutuhan jasmani. Potensi inilah yang akan mendorong manusia untuk terjun dalam kancah kehidupan. Keduanya diciptakan oleh Allah untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan urusan dan permasalahan bersama di antara mereka.

Namun, haruslah dipahami pula keterlibatan kaum perempuan dalam aktivitas politik atau terjun dalam aktivitas politik bukanlah agar mereka dapat menguasai suatu posisi tertentu dalam masyarakat atau agar suara mereka didengar oleh umat/masyarakat. Akan tetapi, harus dipahami bahwa esensi kiprah politik perempuan adalah sebagai bagian dari kewajiban yang dating dari Allah SWT, sebagai suatu bentuk tanggung jawabnya terhadap masyarakat yang terdiri atas perempuan dan laki-laki; bukan masyarakat laki-laki ataupun masyarakat perempuan secara terpisah.

Artinya, dalam aktivitas politik ini, tentu saja perjuangan yang dilakukan oleh kaum perempuan tidak boleh terpisah ataupun memisahkan diri dari laki-laki. Sebab, di samping masyarakta terdiri dari laki-laki dan perempuan, Islampun tidak pernah memisahkan suatu permasalahan sevbagi permaslahna laki-laki atau permaslahan perempuan yang harus dipecahkan oleh masing-masing. Tetapi memandang nya sebagai permasalahan manusia yang harus diselesaikan oleh keduanya, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai tanggung jawab terhadap masyarakat.

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan

Template by:

Free Blog Templates